AmbaritaNews.com | Jakarta - Dua hari menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80, Aktivis Muda Nasional Muhammad Fithrat Irfan mengungkap adanya dugaan praktik suap yang melibatkan 95 senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Irfan mengaitkan dugaan tersebut dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, serta sejumlah pejabat dan tokoh politik nasional dalam praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Muhammad Fithrat Irfan, mantan staf Senator DPD RI Rafiq Al Amri (Sulawesi Tengah), mengaku memiliki bukti keterlibatan pejabat tinggi negara dalam kasus dugaan suap pemilihan Wakil Ketua MPR unsur DPD RI.
“Saya harus bongkar semua kebusukan partai penguasa! Sepertinya sudah tidak ada lagi keadilan di negeri Indonesia ini. Perbuatan itu dilakukan oleh partai penguasa berlambang burung. Ini sangat mencederai demokrasi yang dirintis para pejuang NKRI 1945,” ujar Irfan, Jumat (15/8/2025).
“Saya berani bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa atas perbuatan mereka itu. Saya pertanggungjawabkan pernyataan ini di dunia dan akhirat.”
Menurut Irfan, proses pemilihan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD diduga dikendalikan oleh Sufmi Dasco Ahmad bekerja sama dengan Menkum Supratman Andi Agtas demi meloloskan putranya, Abcandra Muhammad Akbar Supratman. Ia juga menyebut mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai NasDem Ahmad HM. Ali sebagai penyedia dana suap.
Praktik tersebut, kata Irfan, melibatkan distribusi uang dalam jumlah besar, termasuk dolar Singapura dan dolar AS, yang dibagikan di lingkungan Gedung Paripurna Nusantara V. Ia bahkan mengaku menyaksikan langsung proses transaksi di area toilet gedung tersebut.
“Semua anggota DPD RI mau dibuat ‘under Dasco’. Saya melihat sendiri Abcandra Muhammad Akbar Supratman menelpon Sufmi Dasco Ahmad melalui video call saat transaksi berlangsung,” katanya.
*Kasus Lebih Besar dari Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong*
Irfan menegaskan, kasus dugaan suap 95 senator DPD RI ini lebih besar dari kasus Hasto Kristiyanto (PDIP) maupun kasus Tom Lembong. Menurutnya, perkara ini melibatkan petinggi negara dan partai penguasa.
“Hari ini hukum dijadikan alat untuk membungkam kebenaran dan menyandera lawan politik demi kepentingan golongan. Banyak kriminalisasi terhadap aktivis saat ini. Kita lihat kasus Abraham Samad dan kawan-kawan, serta saya sendiri juga merasakannya,” ungkapnya.
Irfan juga menyinggung kasus La Nyalla Mattalitti yang saat itu bersaing ketat (head to head) dalam pemilihan Ketua DPD RI melawan Sultan Bachtiar Najamudin. Ia menyebut La Nyalla dilaporkan ke KPK agar pihak lawan tidak mengusik ketua DPD RI terpilih.
“Saya tegaskan sekali lagi, saya bergerak atas dasar kepentingan rakyat dan publik yang harus saya bela,” tegas Irfan.
*Upaya Membungkam Kasus*
Irfan mengungkap adanya upaya pihak tertentu untuk meredam kasus ini dengan mengintervensi media nasional maupun lokal. Ia juga mengklaim adanya keterlibatan oknum di Kemenkum, marinir, dan perwira tinggi Polri dalam distribusi uang suap.
“Kalau prosesi ini dilazimkan karena mereka dari partai penguasa dan anak Menteri Hukum, masa depan demokrasi di Indonesia suram dan gelap. Indonesia bisa bubar karena korupsi tumbuh subur di negeri ini,” ucapnya.
*Tantangan dan Ancaman Kriminalisasi*
Irfan menyatakan siap menghadapi konsekuensi hukum atas pernyataannya dan menantang pihak yang ia kaitkan dalam dugaan kasus ini untuk bersumpah di atas Al-Qur’an.
“Kalaupun setelah ini saya dikriminalisasi dan dipenjara, saya siap berjuang atas dasar kebenaran dan kepentingan publik,” tegasnya.
“Saya menantang Sufmi Dasco Ahmad dan Menkum Supratman Andi Agtas bersumpah di atas Al-Qur’an. Saya siap membeberkan semua bukti kepada publik.”
*Pesan untuk Aktivis dan Mahasiswa*
Menutup pernyataannya, Irfan menyerukan dukungan dari masyarakat, aktivis, dan mahasiswa untuk ikut mengawasi dugaan kasus ini.
“Tolong kalian buka mata lebar-lebar para aktivis dan mahasiswa seluruh Indonesia. Jangan jadi mahasiswa dan aktivis yang mental tempe. Media pers sekarang kalau sudah dapat jabatan dan uang, selebihnya intimidasi langsung masuk angin,” tutup Irfan. [Fadly]