Purbaya Bongkar Kesalahan Sri Mulyani: Uang Ditahan di BI, Ekonomi Dicekik, Sektor Riil Kering, Rakyat Jadi Korban -->
INGIN MENJADI JURNALIS MEDIA ONLINE AMBARITA NEWS, HUBUNGI NOMOR TELEPON ATAU WHATSAPP 082130845668

Purbaya Bongkar Kesalahan Sri Mulyani: Uang Ditahan di BI, Ekonomi Dicekik, Sektor Riil Kering, Rakyat Jadi Korban

Kamis, 11 September 2025, 17:44


Oleh : Agus M Maksum 


AmbaritaNews.com | Jakarta - Purbaya tampil apa adanya. Tidak dengan naskah tebal. Tidak dengan bahasa normatif yang biasa dipakai pejabat. Ia bicara panjang, jujur, kadang nyeletuk, kadang minta maaf. Tapi satu hal yang membuat ruangan Komisi XI DPR mendadak hening: ia membongkar kesalahan Sri Mulyani.


“Ekonomi kita dicekik,” ujarnya. Kalimatnya pendek. Tapi artinya dalam.


Yang ia maksud sederhana: uang ratusan triliun ditahan di Bank Indonesia. Pemerintah rajin menarik pajak, tapi lambat membelanjakan anggaran. Bank pun rajin parkir dana di BI, bukan menyalurkan ke dunia usaha. Hasilnya: sistem keuangan kering. Sektor riil megap-megap. Rakyat yang jadi korban.


Purbaya tahu betul rasanya. Ia pernah terjun langsung ketika krisis 1997–1998 menghantam. Saat itu bunga dinaikkan sampai 60 persen. Logika sederhana: ketat. Tapi nyatanya, uang primer justru melonjak 100 persen. Kebijakan kacau-balau. “Kita membiayai kehancuran ekonomi kita sendiri,” kenangnya getir.


Pelajaran itu seharusnya membuat kita cerdas. Dan memang, saat krisis global 2008, kita lebih tenang. Bunga diturunkan, fiskal digelontorkan. Ekonomi tetap tumbuh, ketika negara lain resesi. Purbaya menyebutnya sebagai bukti bahwa mesin fiskal dan moneter harus bekerja seirama.


Sayangnya, bangsa ini cepat lupa. Tahun 2020, pandemi COVID-19 datang. Kebijakan lagi-lagi salah. Uang di sistem minus. Likuiditas dicekik. Ekonomi hampir kolaps. Sampai akhirnya Purbaya dipanggil ke Istana. “Balikin uang ke sistem,” sarannya. Triliunan rupiah dilepas lagi, ekonomi terselamatkan.


Kini, kata Purbaya, kesalahan yang sama kembali diulang. Sejak pertengahan 2023 hingga 2024, likuiditas terus disedot. Dana pemerintah di BI sempat mencapai lebih dari Rp500 triliun. Bank juga menaruh sekitar Rp800 triliun. “Kalau Anda heran kenapa ekonomi melambat, jawabannya ada di situ,” tegasnya.


Purbaya bukan hanya mengkritik. Ia membawa resep. Pertama, uang pemerintah yang parkir di BI harus segera dipulangkan ke sistem perbankan. “Saya sudah lapor ke Presiden. Dari Rp425 triliun di BI, kita masukkan Rp100 triliun ke sistem. Itu sudah berjalan,” katanya.


Kedua, percepatan belanja anggaran. Tidak boleh lagi uang menumpuk hanya jadi angka. Caranya: monitoring ketat. “Sebulan sekali jumpa pers. Kalau penyerapan rendah, pejabat terkait harus jelaskan ke publik,” ujarnya, dengan nada setengah serius setengah menantang.


Ketiga, membiarkan sektor swasta bernapas. Menurutnya, pemerintah tidak mungkin mengatur seluruh agen ekonomi. Yang bisa dilakukan adalah menciptakan kondisi sehat, di mana pengusaha bisa bergerak sendiri. “Kalau dua mesin hidup—fiskal dan moneter—pertumbuhan 6 persen lebih itu realistis,” katanya percaya diri.


DPR sempat menanggapi. Ada yang mengingatkan, ada yang menyindir. Tapi tidak ada yang membantah fakta bahwa ekonomi memang sedang dicekik.


Purbaya tahu ucapannya bisa dianggap sombong. Tapi ia tidak peduli. “Saya harus jujur. Kalau tidak, kita akan ulangi kesalahan yang sama,” ucapnya.


Dan hari itu, di ruang rapat DPR, ia sudah memulai: membongkar kesalahan Sri Mulyani. Dengan bahasa yang mungkin tidak nyaman didengar. Tapi bukankah kebenaran memang sering terasa pahit?

Berita Populer


TerPopuler