AmbaritaNews.com | Kabupaten Lampung Selatan – Serangkaian proyek jaringan irigasi dan pengelolaan sumber daya air (SDA) di Kabupaten Lampung Selatan kembali menuai sorotan tajam. Dugaan pelaksanaan pekerjaan yang jauh dari standar teknis, ditambah indikator lemahnya pengawasan, membuat publik mempertanyakan kinerja Bidang Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan.
Ketua Umum LSM General sekaligus pemilik media InfraMerah.id, Awaluddin Kalianda, mengajukan konfirmasi resmi kepada Kabid Pengairan, Basuki, terkait lima titik pekerjaan yang diduga sarat dengan kejanggalan, yakni:
1. JIAT Suka Maju, Way Sulan – Rp 150 juta
2. JIAT Dusun 3 Taqwa Sari, Natar – Rp 150 juta
3. JIAT Sidomulyo – Rp 150 juta
4. Peningkatan Bendungan DI Way Kertosari, Tanjung Sari – Rp 500 juta (Tender)
5. Peningkatan Jaringan Irigasi DI Sumber Sari, Natar – Rp 376,8 juta (PL)
Menurut Awaluddin, temuan lapangan menunjukkan pekerjaan yang diduga dikerjakan secara asal-asalan. Pemasangan batu dasar hanya satu susun dari standar dua susun (20–25 cm), serta adukan semen dan pasir diduga dibuat dengan komposisi 1:8 hingga 1:10—jauh dari spesifikasi teknis.
Yang lebih mengkhawatirkan, terdapat pos anggaran besar untuk pengawasan dan perencanaan yang semestinya menjamin kualitas pekerjaan. Rinciannya mencapai Rp 500 juta, meliputi:
Pengawasan teknis JIAT: Rp 65 juta
Perencanaan JIAT: Rp 65 juta
Perencanaan peningkatan bendungan irigasi: Rp 90 juta
Pengawasan peningkatan bendungan irigasi: Rp 100 juta
Pengawasan peningkatan jaringan irigasi: Rp 100 juta
Perencanaan peningkatan jaringan irigasi: Rp 90 juta
“Pertanyaannya sederhana: kemana fungsi pengawasan itu berjalan? Anggaran besar tersedia, namun output di lapangan justru kami temukan seperti pekerjaan tanpa kontrol,” tegas Awaluddin.
Sorotan serupa datang dari Irwan Efendi, Koordinator Investigasi DPD JWI Lampung Selatan. Ia meninjau pekerjaan Normalisasi Restorasi Sungai dan bangunan pengaman pantai di wilayah Kalianda.
Temuan lapangan oleh tim JWI menunjukkan:
Lebar pemasangan batu dasar seharusnya 60 cm, namun ditemukan tidak seragam.
Campuran semen dan pasir tidak homogen, bahkan diduga tanpa menggunakan air.
Pekerja tidak dilengkapi APD, melanggar standar K3.
Temuan tersebut diperkuat Sekretaris DPD JWI Lampung Selatan, Ainul Fajri, yang menegaskan bahwa persoalan ini mengarah pada indikasi kelalaian sistemik dalam pengawasan.
“Bukan hanya kontraktor yang harus ditanya. PPK, PPTK, dan konsultan pengawas—kemana saja? Dengan anggaran pengawasan dan perencanaan setengah miliar rupiah, hasil di lapangan justru memperlihatkan kualitas yang memprihatinkan. Ini bukan lagi kesalahan teknis, tapi dugaan pembiaran,” ujarnya tajam.
Menurut JWI, temuan ini baru mencakup sebagian lokasi. Investigasi lanjutan akan dilakukan di Kecamatan Natar, Way Sulan, dan Sidomulyo.
Mereka menuntut Dinas PU PR Lampung Selatan untuk segera turun langsung, mengevaluasi seluruh pelaksanaan kegiatan, dan bertanggung jawab atas kualitas pekerjaan yang dinilai tidak memenuhi standar konstruksi.
Hingga kini, redaksi masih menunggu pernyataan resmi dari Kabid Pengairan, Basuki, baik atas nama pribadi maupun atas nama dinas, untuk menghadirkan keberimbangan pemberitaan. [Diori Parulian Ambarita & Ansori]






