Oligarki Adalah Penyakit Maniak Kekuasaan yang Akut dan Gila
INGIN MENJADI JURNALIS MEDIA ONLINE AMBARITA NEWS, HUBUNGI NOMOR TELEPON ATAU WHATSAPP 082130845668

Oligarki Adalah Penyakit Maniak Kekuasaan yang Akut dan Gila

Selasa, 02 Agustus 2022, 10:40



AmbaritaNews.com | Banten - Inisiatif La Nyala Center mengadakan lomba menulis esai bagi generasi muda bertajuk "Mengapa Oligarki Harus Menjadi Musuh Bersama Rakyat", sungguh kreatif dan aspiratif untuk membangun kesadaran seluruh warga bangsa Indonesia untuk memahami, mengantisipasi dan melakukan perlawanan budaya yang nyata terhadap model, cara, perilaku atau sistem politik yang berselimut oligargi, baik secara terang-terangan maupun terselubung hingga berada diluar pemahaman dan kesadaran rakyat untuk dihadapi secara bersama. Meski sanfat mustahil mampu dihadapi oleh segenap warga bangsa, karena kualitas, kapabilitas juga mungkin suka cita sekiranya yang justru berpihak pada musuh rakyat tersebut.


Karena memang tidak mustahil jumlah mereka yang kini telah berpihak pada kelangsungan oligarki itu sudah beranak pihak dan beranak cucu, seperti hasrat mereka untuk menguasai segenap harta kekayaan warisan para leluhur kita yang seyogyanya harus dan patut dinikmati bersama.


Oligarki itu sendiri  tradisi atau budaya asing yang baru masuk dalam  sistem atau tata kelola pemerintah model republik seperti Indonesia pada sepuluh tahun terakhir, sehingga mendapat sorotan dan reaksi perlawanan budaya dari berbagai pihak yang melihat prakteknya yang tidak sehat dan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warga bangsa Indonesia.


Bahasa ucapnya pun juga asing dalam telinga kita, termasuk bagi kaum akademisi yang baru merasa terusik -- setidaknya-- baru pada 10 tahun terakhir ini pula.


Asal muasal istilah oligarki itu sendiri konon ceritanya berasal dari bahasa Yunani -- oligarkhia-- yang bisa diterjemahkan secara bebas dan pas semacam struktur dari suatu kekuasaan yang diatur oleh segelintir orang -- bukan atas musyawarah mufakat --  dalam kebersamaan yang harus selaras dengan ghiroh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang sepatutnya mengedepankan kebersamaan dan persatuan.


Model maupun struktur dari kekuasaan oligarki ini memaksakan diri untuk memegang kekuasaan dalam gengganan segelintir orang. Dalam perjalanan sejarahnya sistem oligarki sudah terbukti bersifat tirani penindasan atau kepatuhan yang dipaksakan, hingga abai pada suara rakyat yang masih digaungkan sebagai suara Tuhan.


Struktur dari bangunan tirani tidak sebatas juga terbatas pada satu karakteristik bangsawan, juragan, cerdik pandai hingga budayawan dan pemuka agama bahkan para intelektual, hingga publik tertindas dan tak berkutik untuk eksis dan menyuarakan hati nurani ya sebagai penjaga Etika dan moral agar tetap berada dalam bingkai akhlak mulia manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.


Pada masanya filsuf Aristoteles hanya menandai oligarki itu dimonopoli oleh orang kaya seperti yang ditandai dengan masa emas dari kaum kapitalisme yang acap pula disebut plutokrasi 


Dalam sejarah perkembangannyakemudian, pada abad ke-20, budaya oligarki yang meresahkan Robert Michels melahirkan teori demokrasi seperti kecenderungan sejumlah organisasi besar yang kesengsem menjadi oligarki.


Pendek cerita, hukum besi dalam budaya oligarki mengidolakan pembagian kerja -- mirip seperti yang sudah diurai Prof. Arif Budiman -- jadi cenderung pada pembentukan kelas penguasa (bukan kelas pekerja) untuk dan demi melangsungkan kekuasaan yang sudah berada di dalam genggaman mereka. Jadi jelas, tradisi maupun budaya oligarki itu bukan tradisi dan  budaya rakyat, justru oligarki itu menindas, membelenggu dan mematikan aspirasi maupun kreasi dan partisipasi rakyat dalam upaya mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk lebih beradab, sejahtera dan berkeadilan dengan nilai kecerdasan yang senantiasa memuliakan manusia sebagai khalifahullah di muka bumi.


Oleh karena itu, sifat dan sikap oligarki dengan seluruh cecunguk dan kaki tangan yang dia miliki patut dan harus kita perangi bersama, bahkan boleh dan halal menggunakan semangat serta segenap energi fisabillillah. Dalam konteks ini agaknya tidaklah berlebih dalam upaya memerangi oligarki ini dapat menjadi semacam langkah strategis memasuki alam spiritual untuk menjadi semacam terapi kejiwaan terhadap mereka yang bisa disebut sedang  mengalami sakit jiwa itu. Atau sindrom dan maniak berat kekuasaan.  [Jacob Ereste]

Berita Populer


TerPopuler