AmbaritaNews.com | Kabupaten Karawang – Skandal penyalahgunaan BBM bersubsidi di Kabupaten Karawang kembali menyeret wajah kelam bisnis haram mafia solar. Bukan sekadar jaringan gelap biasa, kali ini muncul dugaan keterlibatan langsung seorang perwira polisi dari Mabes Polri yang bahkan dengan lantang mengaku sebagai pemilik kendaraan pengangkut solar subsidi.
Praktik ilegal itu terungkap di SPBU 34.413.16, Desa Duren, Kecamatan Klari - Jawa Barat. Sebuah mobil boks bernomor polisi B 8616 QJ kedapatan mengisi solar subsidi sebanyak 147 liter dalam sekali transaksi. Jumlah tersebut jelas janggal, mengingat kapasitas tangki standar mobil boks hanya puluhan liter.
Setelah ditelusuri, mobil tersebut ternyata telah dimodifikasi dengan dua tangki tambahan (kempu) berkapasitas hingga 4.000 liter. Sopir berinisial Adit, yang diwawancarai di lokasi, mengaku hanya bekerja untuk pemilik kendaraan.
“Saya cuma pekerja, semua sudah difasilitasi bos,” ujar Adit, Rabu dini hari (10/9/2025).
Lebih mengejutkan lagi, di dalam mobil ditemukan puluhan pelat nomor palsu serta barcode palsu yang digunakan untuk menipu sistem SPBU. Fakta ini memperlihatkan bahwa mafia solar bergerak dalam sindikat terstruktur dengan dukungan kuat.
Adit juga mengungkap adanya praktik “uang pelicin” kepada operator SPBU.
“Kalau isi Rp500 ribu, saya kasih tips Rp20 ribu ke operator,” ucapnya.
Puncak keterkejutan terjadi ketika Adit menghubungi bosnya. Dari sambungan telepon, seorang pria dengan lantang memperkenalkan diri sebagai AKP Nando dari Mabes Polri, Reskrim Unit 1.
“Mobil itu milik saya. Kalau di Karawang baru dua hari jalan, di Jakarta sudah dua bulan. Solar ini nantinya untuk proyek perumahan di Bekasi,” kata suara yang mengaku AKP Nando, tanpa ragu sedikit pun.
![]() |
Mobil box. B 8616 QJ |
Pernyataan tersebut bagaikan tamparan keras bagi institusi kepolisian. Jika benar, maka ini bukan sekadar dugaan keterlibatan aparat, melainkan indikasi seorang perwira aktif yang secara sadar menjadi aktor dalam mafia solar.
Ironisnya, ketika temuan ini hendak dilaporkan ke Satreskrim Polres Karawang, awak media justru mendapati ruang piket Satreskrim sepi tanpa anggota berjaga. Beberapa petugas yang seharusnya siaga terlihat tertidur.
Pakar hukum pidana, Dr. Hendra Pratama, SH., MH., menilai dugaan keterlibatan aparat aktif dalam mafia solar sebagai kejahatan berlapis.
“Jika benar oknum polisi tersebut terlibat, maka ia tidak hanya melanggar hukum pidana umum terkait penyalahgunaan BBM bersubsidi dan pemalsuan dokumen, tetapi juga melanggar kode etik profesi serta mencederai kepercayaan publik. Aparat penegak hukum yang menjadi pelaku kejahatan harus dikenakan sanksi lebih berat karena posisinya seharusnya melindungi masyarakat, bukan merampok hak mereka,” ujarnya.
Hendra menambahkan, kasus ini mendesak untuk diusut oleh Propam Mabes Polri dan Kejaksaan agar tidak berhenti hanya di level sopir atau operator SPBU.
“Jika dibiarkan, mafia solar yang melibatkan aparat bisa berkembang menjadi organized crime yang sulit diberantas. Negara bisa mengalami kebocoran anggaran energi dalam skala masif,” tegasnya.
Pengamat energi dari Institute for Energy Studies, Ir. Bima Santosa, menilai keterlibatan aparat dalam mafia solar berpotensi mengacaukan distribusi energi nasional.
“Solar subsidi diperuntukkan bagi nelayan, petani, dan transportasi publik. Ketika disedot oleh mafia, rakyat kecil yang seharusnya menikmati subsidi malah kesulitan mendapatkan solar. Akibatnya, ongkos produksi pertanian naik, nelayan tidak bisa melaut, dan harga bahan pokok ikut terdampak,” jelas Bima.
Menurutnya, kebocoran subsidi energi melalui praktik mafia solar bisa mencapai triliunan rupiah per tahun.
“Kalau aparat sendiri ikut bermain, maka ini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap keadilan energi. Negara harus bergerak cepat dengan pengawasan digital serta penegakan hukum tanpa pandang bulu,” tandasnya. [Supriyadi & Diori Parulian Ambarita]