Kuasa Hukum Korban Pelecehan Seksual Gadis Disabilitas Pertanyakan Pelepasan Tersangka oleh Polres Tebing Tinggi
INGIN MENJADI JURNALIS MEDIA ONLINE AMBARITA NEWS, HUBUNGI NOMOR TELEPON ATAU WHATSAPP 082130845668

Kuasa Hukum Korban Pelecehan Seksual Gadis Disabilitas Pertanyakan Pelepasan Tersangka oleh Polres Tebing Tinggi

Jumat, 15 Agustus 2025, 17:38

Utreck Ricardo Siringoringo, S.H., M.H


AmbaritaNews.com | Kota Tebing Tinggi - Kasus pelecehan seksual terhadap seorang gadis disabilitas di wilayah hukum Polres Tebing Tinggi, jajaran Polda Sumut, kini menuai sorotan tajam. Alih-alih memperlihatkan komitmen penegakan hukum yang tegas dan berpihak pada korban, aparat justru dinilai mengabaikan prinsip transparansi dan keadilan.


Tersangka dalam kasus ini dilaporkan telah dilepaskan dengan alasan adanya P19 dari Kejaksaan — sebuah istilah hukum yang merujuk pada pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi. Ironisnya, tak lama kemudian pihak kepolisian memberikan penangguhan penahanan terhadap tersangka.


Yang membuat publik geram, pengacara korban mengaku tidak pernah mendapatkan pemberitahuan ataupun konfirmasi resmi terkait rencana penangguhan tersebut. Padahal, korban merupakan penyandang disabilitas yang secara hukum berhak mendapatkan perlindungan ekstra sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).


“Kami baru mengetahui tersangka dilepaskan setelah rekan kami Aktivis Eva Purba bertemu Kasat Reskrim hari ini  di Polres Tebing Tinggi Tidak ada surat, tidak ada telepon, tidak ada komunikasi resmi dari penyidik. Ini jelas tidak transparan dan mencederai kepercayaan publik,” tegas Utreck Ricardo Siringoringo, S.H., M.H, Jumat (15/8/2025) dari Law Firm Siringo and Partners


Praktik ini dinilai bertentangan dengan semangat perlindungan korban yang dijamin oleh UU TPKS, KUHAP, serta prinsip keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh aparat penegak hukum. Keputusan memberikan penangguhan penahanan pada pelaku pelecehan seksual terhadap korban disabilitas juga dikhawatirkan dapat menimbulkan intimidasi atau tekanan terhadap korban dan keluarganya.


Kasus ini menambah daftar panjang pertanyaan publik tentang keseriusan aparat dalam menangani kejahatan seksual, khususnya yang melibatkan korban rentan. Di tengah gencarnya kampanye perlindungan korban, langkah seperti ini justru memberi kesan bahwa perlindungan hukum hanya berlaku di atas kertas.


Kini, mata publik tertuju pada Polres Tebing Tinggi dan Polda Sumut: apakah mereka akan memperbaiki proses hukum dan menegakkan keadilan, atau membiarkan kasus ini menjadi catatan kelam baru dalam penanganan perkara seksual di Indonesia?  [Red]

Berita Populer


TerPopuler