Riset DFW: Pekerja Pengolahan Makanan Hasil Laut Bekerja dalam Kerentanan -->
INGIN MENJADI JURNALIS MEDIA ONLINE AMBARITA NEWS, HUBUNGI NOMOR TELEPON ATAU WHATSAPP 082130845668

Riset DFW: Pekerja Pengolahan Makanan Hasil Laut Bekerja dalam Kerentanan

Selasa, 23 September 2025, 13:45



AmbaritaNews.com | Jakarta - Dalam empat tahun terakhir, sektor perikanan telah berperan penting dalam mewujudkan visi ekonomi biru Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan ekspor produk perikanan Indonesia dari USD 4,56 miliar pada tahun 2021 menjadi USD 4,81 miliar pada periode Januari-Oktober 2024, atau meningkat rata-rata sekitar 1,8% per tahun.


Peningkatan jumlah ekspor produk perikanan ini turut ditopang oleh pekerja di pabrik pengolahan makanan hasil laut juga berperan penting dalam rantai industri perikanan. Sejak tahun 2023, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengimplementasikan program perlindungan pekerja perikanan di Jakarta, Bali, dan Sulawesi Utara. 


Dalam mendukung upaya perlindungan pekerja perikanan, DFW Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melaksanakan riset cepat terkait kondisi pekerja pengolahan tuna di Jakarta, Bali, dan Sulawesi Utara sejak Mei 2025.


Sebagai bagian dari proses menuju diseminasi, DFW Indonesia mengadakan Diskusi Hasil Riset: Kondisi Pekerja Pekerja Pengolahan Tuna di Bitung, Benoa, dan Jakarta Utara untuk mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait permasalahan ini.


“Riset ini adalah salah satu bentuk upaya kami dalam dalam isu perlindungan pekerja perikanan, khususnya pekerja di pabrik pengolahan makanan hasil laut,” terang Imam Trihatmadja selaku Program Director DFW Indonesia.


Nabila Tauhida, Human Rights Officer DFW Indonesia menyebut pekerja pengolahan hasil makanan laut bekerja dengan fleksibilitas tinggi. Berdasarkan paparannya, fleksibilitas tersebut tercermin dalam kemudahan pekerja untuk berpindah kerja dari satu pabrik ke pabrik lainnya. Pola fleksibilitas tersebut didukung melalui kontrak kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berjangka pendek antara 3 bulan hingga 1 tahun. 


“Penerapan kontrak jangka pendek dimaksudkan untuk mengikuti pola produksi yang berbasis pemesanan (pre-order),” terangnya, Jumat (19/9/2025).


Nabila juga memaparkan bahwa sektor pengolahan tuna dengan mode padat karya yang bergantung pada produksi berbasis pesanan membuat pekerja pengolahan makin rentan. Dalam riset yang dilaksanakan, terdapat salah satu perusahaan yang merumahkan pekerjanya sekitar 60% pekerjanya sebagai respons kebijakan Trump di awal 2025 lalu. 


“Pekerja yang kami temui dalam posisi rentan. Bahkan, terdapat pekerja yang terus menerus diperpanjang per triwulan PKWT selama 6 tahun,” pungkas Nabila. Sehingga, riset ini memberikan rekomendasi salah satunya untuk bisa melakukan penguatan pengawasan ketenagakerjaan utamanya berkaitan dengan penggunaan skema PKWT. 


Selain itu, Nabila menemukan masih terbatasnya ruang representasi pekerja. Ia menyebut adanya “efek mendinginkan” di mana kekhawatiran kontrak tidak diperpanjang membuat pekerja enggan menyuarakan aspirasinya. Menurutnya, situasi ini tidak lepas dari kapasitas produksi yang sangat dipengaruhi fluktuasi permintaan pasar global. 


“Pekerja lebih khawatir pada kepastian kontrak dibandingkan isu upah maupun keselamatan kerja. Bahkan, mereka cemas ketika stok ikan berkurang karena hal tersebut dapat memengaruhi keberlanjutan kontrak,” jelas Nabila.


Menanggapi paparan Nabila, Machmud selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) menuturkan kementerian saat ini telah berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerja pengolahan melalui program maupun bimbingan teknis terhadap industri maupun pekerja. 


Menurutnya, tenaga kerja berperan penting dalam sistem produksi perikanan karena tenaga kerja merupakan tumpuan produktivitas usaha serta kualitas produk yang dihasilkan. “Direktorat Jenderal PDSPKP siap berkolaborasi dengan para pihak dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga kerja sehingga dapat berkontribusi terhadap penguatan daya saing produk perikanan,” terang Machmud.


Selain itu, Yuli Adiratna, Direktur Bina Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan, Ditjen Binwasnaker dan K3, Kementerian Ketenagakerjaan mengatakan pentingnya tinjauan ulang terhadap undang-undang dan implementasi di lapangan. Menurutnya, berdasarkan UU Cipta Kerja, seorang pekerja hanya bisa diperpanjang masa kontraknya sebagai PKWT selama lima tahun.


“Setelah masa tersebut, pekerja menjadi pekerja dengan kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau pekerja tetap,” jelas Yuli. 


Benni Hasbiyalloh, Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, menanggapi riset tersebut dengan melihat kondisi ketidakmenentuan pekerja pengolahan hasil makanan laut merupakan salah satu cara pengusaha untuk menekan biaya produksi. Benni yang turut melakukan riset serupa di bidang pekerja pengolahan hasil makanan laut menemukan bahwa pabrik tuna dapat bekerja selama 1 tahun penuh.


“Pola pekerjaan yang ditemukan dalam riset ini perlu diperdalam, karena akan berpengaruh pada proses rekrutmennya. Disisi lain, perlu juga diperhatikan apakah tuna merupakan suatu komoditas musiman atau tidak, apakah proses loin dan kaleng juga mempengaruhi apa tidak dalam perekrutan pekerja. Untuk itu, perlu untuk bisa membedah proses produksinya dulu karena ini akan berkaitan dengan bagaimana relasi kerja,” tutup Benni.  [Red]

Berita Populer


TerPopuler