AmbaritaNews.com | Gorontalo Utara — Polemik pembangunan desa kembali mencuat setelah kantor desa di salah satu wilayah administratif di Kabupaten Gorontalo Utara diduga dihilangkan secara sepihak dan diganti dengan bangunan sanggar seni. Rencana awal berupa rehabilitasi kantor desa sebagaimana disepakati dalam musyawarah desa (musdes), justru berubah arah tanpa pemberitahuan resmi. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Idrus P. Duo, mengaku kecewa dan tidak pernah menyetujui perubahan tersebut.
“Saya menandatangani permohonan untuk rehabilitasi kantor desa, bukan membangun gedung sanggar seni. Ini melenceng dari hasil musyawarah desa,” tegas Idrus kepada awak media.
Konfirmasi Awak Media, Jawaban Kades Memprihatinkan
Dalam upaya mengkonfirmasi perubahan tersebut, awak media yang juga merupakan anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional dan pemantau anggaran publik, menghubungi Kepala Desa melalui sambungan telepon seluler. Awalnya, sang kepala desa menyatakan sedang menghubungi Ketua BPD. Namun, beberapa saat kemudian, saat kembali menghubungi awak media, Kepala Desa menyampaikan pernyataan mengejutkan:
> “Pihak media hanya cari-cari berita.”
Perrnyataan itu langsung menjadi sorotan, bukan hanya karena tidak menjawab substansi persoalan, tetapi juga menunjukkan sikap anti-transparansi terhadap kerja jurnalistik, yang dilindungi undang-undang dan berfungsi sebagai pilar demokrasi.
Pakar: Kepala Desa Tak Bisa Menghindar dari Kewajiban Jawab Publik
Pernyataan kepala desa dianggap bentuk pelecehan terhadap tugas jurnalistik dan pemantauan anggaran, yang sah dilakukan demi keterbukaan dan akuntabilitas publik. Praktisi hukum dan pemerhati kebijakan publik, Dr. Farid Tamin, menegaskan:
“Pemerintah desa wajib menjawab pertanyaan publik, apalagi jika menyangkut penggunaan dana desa. Menuding jurnalis sedang ‘cari-cari berita’ adalah bentuk pengalihan isu dan indikasi ketidakberesan,” ujarnya.
Kantor Desa Hilang, Dana Menguap, Fungsi Pemerintahan Terancam
Pertanyaan besar masih menggantung di masyarakat: "Jika kantor desa dirobohkan, lalu di mana kantor desa yang baru?" Sebab, satu-satunya bangunan yang berdiri di lahan bekas kantor lama hanyalah sanggar seni—bukan kantor pelayanan publik. Warga mengeluh kebingungan mengakses layanan administrasi dasar.
Jika benar dana desa telah digunakan untuk pembangunan yang tidak sesuai dengan musdes dan dokumen perencanaan, maka hal ini bisa mengarah pada penyalahgunaan wewenang bahkan dugaan korupsi.
BPD dan Warga Tuntut Klarifikasi dan Audit Independen
Ketua BPD Idrus P. Duo menyatakan akan segera menyurati instansi berwenang, termasuk Camat, Dinas PMD, dan Inspektorat, untuk meminta klarifikasi dan audit atas penggunaan dana serta perubahan fungsi bangunan desa.
“Kantor desa adalah simbol pemerintahan, bukan bisa diganti seenaknya. Ini bukan masalah pribadi, ini soal kepercayaan rakyat,” ujarnya.
Redaksi: Kebebasan Pers adalah Hak Konstitusional
Redaksi menyayangkan pernyataan kepala desa yang justru menyudutkan kerja jurnalis, padahal yang dikonfirmasi adalah hal penting: ke mana perginya kantor desa, dan bagaimana dana publik digunakan.
Sebagai anggota PPWI Nasional, wartawan dalam kasus ini berperan ganda: penyampai informasi publik dan pemantau anggaran, sebuah peran vital dalam mengawal demokrasi dari tingkat paling dasar — yaitu desa. [Red]